Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2021/PN Sbr | H. MUHIDIN SP, MM. | KEJAKSAAN AGUNG RI Cq. KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT Cq. KEJAKSAAN NEGERI KABUPATEN CIREBON | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Jumat, 26 Feb. 2021 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2021/PN Sbr | ||||
Tanggal Surat | Jumat, 26 Feb. 2021 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Dengan ini bermaksud mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN tentang: “Sah/Tidaknya Penetapan Status Tersangka terhadap PEMOHON yang diduga telah melakukan tindak pidana KORUPSI TERHADAP HILANGNYA STOK CADANGAN PANGAN BERUPA GABAH KERING PENGADAAN TAHUN 2019 PADA GUDANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON DESA CISAAT KECAMATAN DUKUPUNTANG’ sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Subsidair: Pasal 3 undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana KEJAKSAAN AGUNG RI Cq. KEJAKSAAN TINGGI JAWA BARAT Cq. KEJAKSAAN NEGERI KABUPATEN CIREBON, yang beralamat di Jl. Sunan Drajat No. 6, Sumber, Kec. Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat 45611; Selanjutnya akan disebut sebagai ……………………….....…………….…..TERMOHON; Ada pun yang menjadi alasan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut: 1. Bahwa, Lembaga PRAPERADILAN sebagaimana diatur dalam pasal 77 s/d pasal 83 KUHAP, adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi adminstrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut “sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.”; 2. Bahwa, tujuan PRAPERADILAN seperti yang tersirat dalam penjelasan pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi PRAPERADILAN adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya; 3. Bahwa, permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan selain daripada persoalan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 77 KUHAP), juga meliputi ‘TINDAKAN LAIN’ sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal 95 KUHAP:
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta ‘tindakan lain’ tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77. ‘TINDAKAN LAIN’ yang dimaksud dalam ketentuan a quo, menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan maupun “menetapkan seseorang menjadi tersangka”; 4. Bahwa tindakan penyidik untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh harus lah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan harus dikoreksi; 5. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari penyidik atau penuntut umum yang menjadi obyek praperadilan. Beberapa ‘tindakan lain’ dari penyidik/penuntut umum, antara lain penyitaan dan penetapan sebagai tersangka, telah dapat diterima sebagai obyek dalam pemeriksaan praperadilan. Sebagai contoh Putusan Perkara praperadilan Pengadilan Negeri Bangkayang No. 01/Pid.Prap/PN.Bky tanggal 18 Mei 2011 Jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012, yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan. Terkait dengan sah tidaknya penetapan tersangka, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel. telah menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dengan menyatakan ;tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka’ kemudian Putusan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel yang dalam amarnya menyatakan ‘Surat Perintah Penyidikan yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.’; 6. Bahwa, kemudian permohonan praperadilan atas penetapan tersangka semakin mendapatkan landasan hukum ketika MAHKAMAH KONSTITUSI melalui putusan Nomor: 21/PUU-XII/2014, menyatakan ketentuan Pasal 77 huruf A KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk “PENETAPAN TERSANGKA, penggeledahan dan penyitaan”. Ada pun salah satu pertimbangan hukumnya, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak azasi manusia, maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan obyek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusanya.; 7. Bahwa, atas apa yang telah terurai di atas, Pemohon mengajukan permohonan praperadilan atas PENETAPAN STATUS TERSANGKA terhadap PEMOHON, sesuai SURAT PENETAPAN TERSANGKA (Pidsus – 18) Nomor: B-01/M.2.29/Fd.1/01/2021 tanggal 19 Februari 2021, yang diduga melanggar ketentuan yang diatur dalam PRIMER: pasal 2 AYAT (1) Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana SUBSIDAIR: Pasal 3 Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana LEBIH SUBSIDAIR: Pasal 11 undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi; 8. Bahwa, pasal 1 angka 14 Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan pengertian Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya b e r d a s a r k a n bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Soal syarat penetapan tersangka yang diatur dalam KUHAP tersebut, kemudian disempurnakan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dimana dalam Putusan itu dijelaskan penetapan tersangka h a r u s berdasarkan (1) minimla 2 (dua) alat bukti sebagaiman termuat dalam pasal 184 KUHAP dan (2) disertai dengan pemeriksaan calon tersangka-nya. Lebih lanjut Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, memberikan pengertian tentang “bukti yang cukup” yang berdasarkan dua alat bukti ditambah keyakinan penyidik yang secara obyektif (dapat diuji objektivitasnya) mendasarkan kepada dua alat bukti tersebut telah terjadi tindak pidana dan seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidanal 9. Bahwa, menurut pendapat Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, EDDY OS HIARIEJ, untuk menetapkan Tersangka, harus dilakukan berdasarkan “bukti permulaan”. Menurut EDDY OS HIARIEJ kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence dan real evidence; 10. Bahwa, perkara yang kemudian menjadikan PEMOHON ditetapkan oleh TERMOHON sebagai T E R S A N G K A yang melanggar ketentuan PRIMER: pasal 2 ayat (1) Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana SUBSIDAIR: Pasal 3 UNDANG-UNDANG RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana LEBIH SUBSIDAIR: Pasal 11 UNDANG-UNDANG RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi, timbul diduga sebagai akibat HILANGNYA STOK CADANGAN PANGAN BERUPA GABAH KERING PENGADAAN TAHUN 2019 PADA GUDANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON DESA CISAAT KECAMATAN DUKUPUNTANG, yang terjadi dalam 2 (dua) kurun waktu yakni pada bulan FEBRUARI 2020 dan bulan OKTOBER 2020; 11. Bahwa, ikut disangkakannya, Ketentuan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bermakna secara hukum, TERMOHON telah mengkonstruksi adanya kejahatan dalam perkara ini yang dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang pelaku dalam suatu bentuk “‘kerjasama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material’ atau suatu physieke samenwerking untuk membuat suatu kejahatan Korupsi dalam perkara ini, menjadi terlaksana, in casu, antara PEMOHON dengan Tersangka lainnya, salah satunya adalah, saksi Ir. DADANG M. HASBI; 12. Bahwa, peristiwa HILANGNYA STOK CADANGAN PANGAN BERUPA GABAH KERING PENGADAAN TAHUN 2019 PADA GUDANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON DESA CISAAT KECAMATAN DUKUPUNTANG, terjadi dalam 2 (dua) kurun waktu, yakni ketika pada bulan Februari 2020, dengan tanpa sepengetahuan PEMOHON, saksi Ir. DADANG HASBI yang menjabat Kasi Cadangan Pangan Pada Dinas Ketahanan Pangan Kab. Cirebon, mengeluarkan 9 ton 719 Kg gabah cadangan pangan pengadaan tahun 2019, untuk digiling oleh saksi MUSLIMAH, padahal Ijin dari BUPATI belum ada walaupun telah terdapat Hasil Analisis FSVA (Food security Anability Atlas) terhadap Desa-desa yang mengalami rawan pangan. Dari 9 ton 719 Kg gabah itu, ternyata untuk sejumlah 21.000 Kg-nya dijual oleh saksi Ir. Dadang Hasbi dan sejumlah 9.000. kg m e n u r u t k e t e r a n g a n Ir. Dadang Hasbi “d i k e l o l a” oleh PEMOHON; 13. Bahwa, Keterangan saksi Ir. Dadang Hasbi yang demikian, juga dituangkan dalam bentuk SURAT PERNYATAAN tertanggal 3 Juni 2020 yang kemudian dijadikan bukti oleh TERMOHON padahal bukti Surat Pernyataan a quo ditandatangani saksi Ir. Dadang Hasbi, ternyata karena dirinya d i j e b a k oleh teman sejawatnya satu instansi yang kemudian menjadi pihak yang menginisiasi pelaporan atas kasus ini. Kalau berani jujur, TERMOHON akan berani buka, dari siapa SURAT a quo telah disita. PEMOHON sama sekali tidak menerima, apalagi mengelola Gabah sejumlah 9.000. Kg sebagaimana diterangkan oleh saksi Ir. Dadang Hasbi tersebut, yang ternyata, diberikan dalam keadaan tidak bebas. Yang diterima oleh PEMOHON dari saksi Ir. Dadang Hasbi adalah pinjaman uang sebesar Rp 15.000.000. (lima belas juta rupiah), itu pun diterima PEMOHON tahun 2 0 1 8 sebagaimana nanti akan dibuktikan oleh PEMOHON, sehingga tidak bersangkut-paut dengan stok gabah tahun 2019 sejumlah 21.000. Kg yang dijual saksi Ir. Dadang Hasbi. Terhadap Gabah sejumlah tersebut pun t e l a h d i k e m b a l i k a n ke gudang Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon dalam jumlah tonase yang sama; 14. Bahwa, pada bulan November 2020, PEMOHON memang m e m e r i n t a h k a n untuk mengeluarkan gabah cadangan pangan pengadaan tahun 2019, untuk digiling oleh MUSLIMAH yang keseluruhannya berjumlah 9 ton 719 Kg untuk kemudian dibagikan kepada Masyarakat di 8 (delapan) Desa rawan pangan yakni Desa Ciuyah Kec. Waled, Desa Tonjong Kec. Pasaleman, Desa Sinarancang Kec. Mundu, Desa Cupang Kec. Gempol, Desa Cempaka Kec. Talun , Desa Setupatok Kec. Mundu, Desa Cipinang Kec. Beber, Desa Wanasab Kidul Kec. Talun, karena telah ada i z i n dari B U P A T I sesuai Surat Persetujuannya untuk masing-masing Desa; 15. Bahwa, PEMOHON kemudian mendapat kabar dari saksi Ir. Dadang Hasbi, gabah sejumlah tersebut tidak ada di gudang muslimah karena diduga dijual oleh suami dari MUSLIMAH. Atas kejadian tersebut PEMOHON kemudian memerintahkan kepada saksi Ir. Dadang Hasbi untuk segera mengambil langkah antisipasi untuk mengamankan cadangan pangan tersebut, dengan mendatangi gudang Muslimah, mengecek gabah di Gudang yang disebutkan oleh Muslimah termasuk terakhir memberikan pinjaman uang kepada Muslimah melalui saksi Ir. Dadang Hasbi untuk memenuhi kembali gabah yang hilang dan diduga telah dijual oleh suami MUSLIMAH dan m e n g e m b a l i k a n n y a ke Gudang Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon yang terletak di Desa Cisaat sehingga dari kedua peristiwa keluarnya Gabah stok cadangan pangan dari Gudang Dinas ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon, sehingga dalam hal ini tidak ada KERUGIAN NEGARA sebagai salah satu unsur delik pasal 2 dan 3 UU TIPIKOR yang juga harus terpenuhi sebagai konsekuensi bergesernya kualifikasi tindak pidana Korupsi, yang awalnya merupakan delik formil, kemudian berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016 menjadi delik materil; 16. Bahwa, terhadap PEMOHON pun, telah disangkakan pasal 11 UU Tipikor karena sebagai ASN diduga telah menerima hadiah atau Janji dari MUSLIMAH, pihak ketiga yang ditunjuk oleh PEMOHON sebagai PIHAK yang menggiling gabah stok cadangan pangan pada Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon, berdasarkan SURAT PERJANJIAN KERJASAMA. Padahal yang disebut sebagai “HADIAH” itu adalah HUTANG PEMOHON kepada MUSLIMAH, sebagaimana dicatat dalam bukti “Catatan Hutang” yang ada di Muslimah. Hutang ini pun telah berlangsung lama antara PEMOHON pribadi dengan MUSLIMAH jauh sebelum adanya kerjasama penggilingan gabah cadangan pangan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon; 17. Bahwa, terhadap utang sejumlah Rp 75.000.000. (tujuh puluh lima juta rupiah) itu pun telah ditagihkan MUSLIMAH kepada PEMOHON atas tagihan mana oleh PEMOHON langsung dibayar oleh PEMOHON akan tetapi kemudian ditolak dan dikembalikan dengan alasan d i l a r a n g oleh TERMOHON. Keadaan ini semakin menunjukkan adanya upaya-upaya memaksakan kehendak dari oknum-oknum tertentu apara penegak hukum yang berkeinginan PEMOHON menjadi Tersangka, setelah sebelumnya PEMOHON pun pada saat pemeriksaan sebagai saksi pada tanggal 17 Februari 2021, diminta oleh TERMOHON untuk tidak didampingi Penasihat Hukum sampai 2 (dua) hari kemudian ternyata ditetapkan sebagai TERSANGKA; 18. Bahwa, penetapan TERSANGKA terhadap PEMOHON dengan segala bukti-bukti yang demikian merupakan langkah TIDAK BERDASAR KETENTUAN HUKUM, mengingat, apabila mempedomani pasal 1 angka 14 Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), untuk menetapkan status Tersangka harus d i d a s a r k a n pada bukti permulaan yang cukup, yang menurut EDDY OS HIARIEJ kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP tersebut tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence dan real evidence. Prasyarat mana kemudian disempurnakan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dimana dalam Putusan itu dijelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan (1) minimal 2 (dua) alat bukti sebagaiman termuat dalam pasal 184 KUHAP dan (2) disertai dengan pemeriksaan calon tersangka-nya. Adanya prosedur demikian dimaksudkan agar tindakan penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi; 19. Bahwa, sampai saat PEMOHON ditetapkan sebagai TERSANGKA, sama sekali tidak terdapat bukti-bukti, baik berupa saksi-saksi maupun bukti surat yang melahirkan F AK T A H U K U M tentang adanya perbuatan dari PEMOHON baik sebagai ‘PELAKU’ (pleger), YANG MENYURUH MELAKUKAN (doen plegen), atau sebagai YANG TURUT MELAKUKAN (medeplegen) tindak pidana Korupsi sebagaimana di atur dan diancam dalam pasal 2,3 dan 11 UU Tipikor; 20. Bahwa, dengan demikian berdasarkan seluruh uraian di atas, mengingat hukum acara pidana sangat menjunjung tinggi l e g i s m e , yang berarti berpegang teguh pada peraturan, bagaimana seharusnya beracara dalam melakukan penyidikan, khususnya dalam hal ini mengenai PENETAPAN STATUS TERSANGKA, maka tindakan atau proses penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON terkait Penetapan Tersangka terhadap Pemohon yang tidak dilakukan menurut hukum acaranya tersebut, karena tidak didukung 2 (dua) alat bukti yang cukup, harus dipandang tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka sudah seharusnya menurut hukum Pemohon memohon kepada Pengadilan Negeri Sumber, berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut:------------------------------------------------------- 1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus – 18) Nomor: B-01/M.2.29/Fd.1/01/2021 tanggal 19 Februari 2021 yang menyatakan Pemohon sebagai Tersangka yang diduga melakukan tindak pidana pasal 2 ayat (1) Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana SUBSIDAIR: Pasal 3 UNDANG-UNDANG RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan tindak pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana LEBIH SUBSIDAIR: Pasal 11 UNDANG-UNDANG RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Uundang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi oleh Termohon adalah tidak sah dan tidak berdasar menurut hukum; 3. Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon selaku Tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis/bertentangan dengan hukum; 4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon;
ATAU Demikian permohonan praperadilan ini Kami sampaikan.
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |